Bab 161 Kelab Gloris
Geri dan beberapa rekannya adalah prajurit khusus investigasi, jadi kemampuan mereka dalam hal menguntit memang hebat.
Namun, tentu saja keberadaan mereka tetap terdeteksi mata elang Ardika.
Sejak keluar dari Kompleks Vila Bumantara, dia sudah menyadari ada yang menguntitnya.
Hanya saja, Ardika tidak menyangka yang menguntitnya adalah Geri dan rekan- rekannya.
Geri berkata, “Tuan Dewa Perang, Kak Romi meminta kami untuk mengikuti Tuan saja kelak. Kami bisa membantu Tuan mengurus hal–hal tertentu dan sedikit urusan mendadak.”
“Oke, kalau begitu, kalian ikut aku saja.”
Ardika menganggukkan kepalanya, dia tidak keberatan mereka mengikutinya.
Dia memang membutuhkan anak buah seperti enam jenderal perang ini untuk
membantunya mengurus hal–hal tertentu.
Dia bisa menggerakkan Korps Taring Harimau, Pasukan Khusus Serigala, bahkan
tim tempur tingkat provinsi di bawah naungan tim tempur Kota Banyuli juga bisa
dia gerakkan sesuka hatinya, tapi tetap saja kurang praktis melakukannya.
Dia juga tidak ingin diikuti oleh prajurit yang masih aktif, karena kalau begitu
identitasnya akan lebih berisiko terekspos.
Lagi pula, kemampuan Geri dan lima orang lainnya juga tidak buruk. Jangan lihat
hari itu mereka sangat lemah di hadapan Draco, tapi harus diingat juga bahwa Draco
adalah prajurit perang nomor satu di Kediaman Dewa Perang.
“Terima kasih Tuan Dewa Perang atas kesempatan yang Tuan berikan pada kami!”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtGeri dan lima orang lainnya sangat bersemangat.
Mendapat kesempatan untuk membantu sang Dewa Perang yang dihormati oleh
1/4
jutaan prajurit, hal ini adalah hal baik yang tidak terbayangkan oleh banyak orang
“Ke depannya panggil aku Tuan Ardika saja.”
Selesai berbicara, Ardika langsung berbalik dan pergi.
“Baik, Tuan Ardíka!
”Ekspresi Geri dan lima orang lainnya langsung berubah menjadi kaku. Mereka tahu kalau sampai identitas Ardika terekspos, konsekuensinya tidak dapat terbayangkan.
Ardika sudah menunggu lama di dalam mobil, tetapi dia tidak menerima panggilan telepon dari adik iparnya.
Sebelumnya, jelas–jelas Luna sudah berpesan pada Handoko untuk segera
meneleponnya begitu keluar dari stasiun kereta api.
‘Eh? Kenapa dia masih belum keluar juga? Jangan bilang terjadi sesuatu padanya.”
Akhirnya, Ardika berinisiatif untuk menelepon Handoko. Setelah menelepon
beberapa kali, panggilan teleponnya baru dijawab.
“Halo? Siapa ini? Kenapa daritadi meneleponku tanpa henti? Sungguh menyebalkan!
Suara kesal Handoko Basagita terdengar dari ujung telepon.
Jangan lihat dia masih sangat muda, tetapi temperamennya sangat buruk.
Ardika berkata dengan datar, “Aku adalah kakak iparmu.”
“Ardika? Aku peringatkan kamu, aku belum mengakuimu sebagai kakak iparku.
Jangan terlalu percaya diri!”
Handoko mendengus, nada bicara meremehkan terdengar jelas dalam ucapannya.
Ardika tersenyum dan berkata, “Nggak masalah. Selama kakakmu mengakuiku
sebagai suaminya, mau nggak mau kamu tetap harus mengakuiku sebagai kakak
iparmu.”
Handoko berteriak dengan marah, “Jangan bermimpi! Nanti aku akan meminta
kakakku untuk bercerai denganmu!”
Mendengar suara irama piano di ujung teleponi, Ardika bertanya, “Kamat di mana
sekarang? Kamu nggak berada di stasiun kereta api, kan?
Aku sedang berada di Kelab Gloris milik Kak Melia Kamu pulang saja sendiri.
Jangan ganggu aku!”
Ardika berkata, “Nggak bisa. Kakakmu memintaku untuk menjemputmu pulange”
“Aku bukan anak kecil
lagi. Untuk apa dia mengawasiku seperti itu? Sungguhmengesalkan. Hei, aku…. Dasar bocah sialan ini! Berani sekali dia memutuskan
sambungan teleponku!”
Di Kelab Gloris, Handoko melemparkan ponselnya dengan kesal.
“Handoko, siapa yang meneleponmu? Kenapa kamu kesal seperti ini?”
Melihat tingkah laku kekanak–kanakan Handoko, Melia yang duduk berhadapan dengannya pun tertawa.
Paras Handoko dan Luna hampir sama persis.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmKalau sosok di hadapannya ini berganti pakaian wanita, maka dia akan terlihat
sama persis dengan Luna.
Paras yang sempurna, boleh dibilang pria di hadapannya ini adalah pria yang
tampan.
Selain itu, aura pria yang baru pubertas masih lekat dalam diri Handoko. Kebetulan,
Melia paling menyukai pria muda yang masih polos seperti ini.
Handoko berkata dengan kesal, “Ardika yang meneleponku, bocah yang memaksa
kakakku untuk menikah dengannya. Sejak kecil, aku sudah mengenalnya. Setiap
hari, dia sudah mengikuti kakakku. Di mana–mana selalu ada dia, benar–benar
mengesalkan.”
“Oh, ternyata kakak iparmu, ya. Aku dengar dia sangat terkenal di Kota Banyuli,
nggak ada seorang pun yang nggak mengenalnya.”
‘Kesempatan datang juga,‘ gumam Melia dalam hati.
Dia tersenyum dan berkata, “Kalau begitu, suruh saja dia ke sini. Aku akan
3/4
melayaninya.”
“Jangan, Kak Melia. Aku sama sekali nggak ingin bertemu dengannya!” kata
Handoko dengan terburu–buru.
Tepat pada saat ini, seorang pelayan berjalan menghampiri mereka.
“Bos, di luar ada seorang pria yang mengatakan dia adalah kakak ipar Tuan
Handoko ingin masuk untuk mencari Tuan Handoko.”
COIN BUNDLE: get more free bonus