Bab 1610
“Tabib Hansen sudah meninggal.” Daniel berkata dengan ringan, “Kamu tak tahu?”
“Apa?” Dewi tercengang dan bertanya dengan antusias, “Yang benar? Kapan?”
“Dua bulan lalu….” Daniel menjelaskan dengan sederhana, “la meninggal di Kota Bunaken. Aku dan
Tracy yang mengantarkan kepergiannya, lalu pergi ke Kota Tua memakamkannya.”
“……” Dewi membelalakkan mata, terkejut tak percaya, “Tabib tua itu sudah pergi, dia sudah pergi?”
“Turut berduka cita.” Daniel menyadari Dewi memiliki hubungan erat dengan Tabib Hansen. Sebagai
guru dan sebagai ayahnya, Tabib Hansen membesarkannya dan mengajarinya apa yang telah ia pelajari
sepanjang hidupnya. Kebaikan itu tak dapat dihapus oleh waktu.
“Ia yang sudah mau pergi saja tak menghubungiku.” Dewi menundukkan kepala dengan agak sedih,
“Jangan- jangan ia masih menyalahkanku?”
“Seharusnya tidak….” Daniel teringat pesan Tabib Hansen sebelum mati, “Sebelum ia pergi, ia menulis
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtsebuah resep obat untukku. Berpesan padaku untuk mencarimu. Katanya di dunia ini, hanya kamu yang
dapat membantuku.”
“la sungguh berkata demikian?” Dewi agak terkejut.
“Benar.” Daniel menganggukkan kepala, “Jadi, aku terus mengutus orang untuk mencarimu. Hanya saja
saat itu kami mengira kamu adalah pria paruh baya, jadi arahnya salah…”
“Dia berkata demikian, apa maksudnya?” Dewi bertanya sambil merngernyitkan kening, “la tak pernah
mengakuiku….
“Ayah Tracy sangat baik pada Tabib Hansen, jadi Tabib Hansen menghabiskan hidupnya untuk
mengikuti Tracy ke mana–mana, merawatnya dan anak–anaknya.
Selain itu, karena ia menyukai rumah dan burung, ia sangat akrab denganku. Sebelum ia meninggal,
racunku telah masuk ke dalam sumsum tulang, kondisiku sangat mengerikan.
la menghabiskan waktu dan nyawanya membuat resep obat, tetapi ia sudah tak kuat mengobatiku lagi.
Jadi memintaku mencarimu. Aku rasa, ia berkata demikian karena ia mengakuimu, juga ilmu medismu.”
Daniel sangat tulus ketika mengatakan hal ini.
Ketika mendengar ucapannya, Dewi mau tak mau tersentuh, “Dulu waktu aku turun gunung untuk
belajar ilmu medis modern, Tabib tua itu memarahiku bilang aku melupakan dirinya. Katanya
pengobatan tradisional adalah ilmu medis terhebat di dunia. Selama aku berkonsentrasi belajar, aku juga
dapat menjadi dokter hebat.
Tapi aku selalu percaya bahwa ilmu kedokteran butuh percapaian besar. Aku dan guruku memiliki
pemikiran yang berbeda. Tak ada yang dapat menyakinkan satu sama lain, pada akhirnya kami hanya
bisa berpisah.
Aku masih ingat saat turun gunung itu sedang hujan badai, guru tak mengizinkanku membawa barang
apa pun dari rumah. Aku terpaksa turun gunung sambil kehujanan. Ia memperingatkanku, kedepannya
jika terjadi sesuatu di luar, jangan mengungkit namanya.
Aku bersumpah setelah kembali dari belajar, aku harus menjadi dokter nomor satu di dunia untuk
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmembuktikan padanya. Tapi aku belum sempat pulang, dia sudah…”
Ketika membicarakan ini, Dewi menghela napas, “Entah dia ada ingat padaku atau tidak. Ketika
memikirkanku, apakah ia marah atau senang?”
“Tentu saja senang.” Daniel menenangkannya, “Kalau tidak, ia tak akan memintaku mencarimu.”
“Masuk akal.” Dewi tersenyum pahit, “Ya sudahlah. Mana resep obatnya?”
“Resep obatnya ada di Ryan.” Daniel berkata dengan pasti, “Malam ini ketika kamu ke sana, kamu
pastikan dulu orang tak sadarkan diri itu apakah benar Ryan? Jika benar, rawatlah dia, maka dapat
menemukan resep obat.”
“Kenapa kamu tahu malam ini aku akan ke sana?” Dewi menaikkan alis.
“Tini sakit, meskipun ilmu kedokteranmu hebat, tapi tetap harus membutuhkan waktu untuk
menyembuhkannya, ‘kan? Meskipun ia sudah sembuh pun, kamu juga ingin pergi melihat anak–anak…”
Daniel berkata dengan tak berdaya, “Tabib Dewa, sekarang tubuhku sangat lemah. Berbicara saja
sangat sulit. Bisa tidak jangan terus menanyakan pertanyaan tak penting?”