Bab 160
Tasya bisa saja tidur di kamar Jodi. Tetap saja dia tidak bisa membiarkan seorang pria tidur di kasurnya begitu saja,
‘kan? Meskipun pria itu sangat tampan, dia tetap tidak ingin pria itu tidur di sana.
“Baiklah. Kamu boleh tidur di sini malam ini saja.” Seraya bertolak pinggang, Tasya akhirnya membiarkan Elan.
Setelah itu, dia keluar kamar dan mandi. Berhubung dia harus tidur dengan Jodi malam itu, Tasya berganti piama
setelah mandi dan menuju kamar anaknya.
Namun, entah apa yang berbisik di telinganya. Dia justru kembali ke kamarnya sendiri untuk mengecek keadaan
Elan. Dia takut pria itu tidak nyaman atau mungkin pendingin ruangannya
terlalu dingin. Bisa–bisa, pria itu masuk angin.
Tasya inenyesuaikan suhu pendingin ruangan menjadi 27 derajat. Melihat Elan tidak memakai selimut, hatinya
terdorong untuk menyelimuti pria itu.
Namun, pria yang sedang tidur itu tiba–tiba membuka mata, menarik lengan Tasya, dan memeluknya erat. Sedetik
kemudian, Elan sudah berhasil menindih tubuhnya.
Posisi mesra itu justru membuat Tasya marah. Wanita itu menatap mata Elan yang dalam dan seolah menjeratnya.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Minggir. Elan Prapanca! Jangan bertingkah berengsek!” Tasya memperingatkan.
“Memangnya apa yang kulakukan sampai kamu menanggilku berengsek seperti itu?” Pria itu kemudian
menyeringai sambil mengangkat dagu Tasya. Tanpa memberinya kesempatan untuk menghindar, Elan
mendaratkan ciumannya di bibin wanita itu.
Hati dan pikiran Tasya saling bertentangan ketika dihadapkan dengan ciuman dari seorang Elan.
Tubuhnya menolak, tetapi juga perlahan menerimauva di saat vang bersamaan.
Wanita itu baru saja selesai mandi dan baunya sangat harum. Bahkan napasnya terasa manis bagi Elan. Tentu saja
momen itu bagaikan hadiah besar. Meskipun begitu, dia belum kehilangan akal schat dan tidak mencoba melewati
batas.
Pada akhirnya, ciuman itu membuat Tasya lemas tidak terkendali. Saat Elan mengakhiri ciumannya, dia melihat
wajah wanita di bawahnya memerah dan terengah–engah. Pria itu pun mengeluarkan suara tawa yang karismatik.
“Kamu suka?”
“Menjauh... dariku...” Tasya buru–buru mendorongnya menjauh. “Sepertinya kamu sudah sembuh sekarang.
Pulanglah.”
Namun, Elan malah lanjut berbaring di kasur. Matanya terlihat mengantuk saat dia bergumam, “Aku lelah. Aku tidak
bisa mengerudi sekarang.”
“Jangan pura–pura,” tegur Tasya. Kata–kata pria itu sedikit pun tidak bisa dipercaya.
“Memangnya kamu mau tanggung jawab kalau terjadi apa–apa padaku di perjalanan pulang?” Elan menopang
kepalanya dengan dengan melirik ke arali Tiisya. Pemandangan itu sungguh sangat menggiurkan.
Pemandangan itu membuat napas Tasya tercekat. Dia pun buru–buru berbalik. “Kamu boleh menginap malam ini
saja, tetapi kamu harus pergi pagi–pagi besok.”
Setelah berkata demikian, Tasya langsung menutup pintu dan kembali ke kamar Jodi.
n
Malam itu, sosok Elan memenuhi pikirannya sampai–sampai dia tidak bisa tidur. Ciuman barusan membuat isi
kepalanya kacau. Lebih mengejutkannya lagi, ada sensasi aneh setiap kali dia memikirkan Elan lebih dari dua detik.
Prinsipnya sejak lima tahun lalu untuk tidak terpengaruh oleh para pria tampaknya mulai goyah di hadapan Elan
Prapanca. Kenapa bisa jadi begini: 111
Untung saja dia merasa lelah dan tertidur sebelum malam makin larut. Saat dalam keadaan setengah sadar, dia
samar–samar mendengar suara anaknya. “Om Elan ternyata jadi menginap!”
Mendengar itu, Tasya sontak membuka mata dan menyingkap selimutnya. Saat membuka pintu,
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmdia melihat Jodi sudah memakai seragam sekolah. Elan duduk di sebelah anak itu dan sedang mengemasi tas
sekolahnya.
“Kamu.... mau mengantar Jodi ke sekolah?” tanya Tasya dengan tatapan mengantuk.
Elan pun mendongak. Ada sesuatu yang menggelitik hatinya saat melihat Tasya. Dia pun bergumam, “Kamu tidak
tidur semalam?”
“Aku tidur pulas sekali!” jawab Tasya, tetapi kantong matanya yang menghitam berkata lain.
“Tidur lagi saja. Aku yang akan mengantar Jodi.” Saat mengatakan itu, Elan sudah selesai berkemas dan bersiap
mengantar anak itu ke sekolah.
Tasya sendiri tidak tidur nyenyak semalam. Jadi, dia hanya mengangguk. “Baiklah. Tolong antar dia sampai kelas.
Maaf merepotkan.”
“Aku tahu.” Elan menggandeng tangan Jodi sambil menyeringai. “Jodi, ayo berangkat.”
“Dadah, Mama!” Jodi kemudian menggenggam tangan Elan dan keluar rumah.
Tasya sangat jarang mendapatkan waktu tidur yang cukup. Dia lalu berpikir sejenak. Tempat tidurnya sendiri pasti
akan lebih nyaman. Jadi, pada akhirnya, dia ke kamarnya sendiri untuk tidur lagi.
Previous Chapter
Next Chapter