Bab 760
Arya kini mengerti alasan mengapa Salsa banyak minum. Ini adalah cara untuk mengangkat kepercayaan dirinya
untuk melakukan gerakan menyerangnya! Dia sudah mempelajari taktik itu.
Walaupun Arya telah menekan hasratnya dengan sangat baik, tampaknya Salsa tidak dapat menahan diri lagi.
Salsa yag limbung meringkuk pasrah dalam pelukan Arya dalam keadaan mabuk berat.
Ketika pintu lift terbuka, tak ada pilihan lain bagi Arya untuk menggendong kekasihnya dengan gaya pasangan
pengantin. Dengan bahagia Salsa membenamkan wajahnya pada dada Arya sambil merasakan dirinya mengapung
ke balik awan. Menghirup aroma tubuh laki–laki itu, wajahnya mulai terbakar.
Arya membuka pintu dan merebahkan Salsa di sofa. Karena benar–benar lemah dan lunglai, dia tentu tidak akan
mampu melakukan apapun betapapun ingin.
Namun, Salsa tampaknya sangat menginginkannya karena dia memberi isyarat dengan jari tangannya pada Arya.
“Arya. Kemarilah.”
Arya tidak mengindahkannya dan sibuk mengatur tirai jendela dan mesin pendingin ruang. Selain itu, dia tidak akan
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtmenerima langkah agresif darinya bila Salsa masih berada di bawah pengaruh alkohol. Bagaimana bila dia
menganggap ini semua adalah pengalaman buruk ketika sadar nanti? Saya juga yang akan rugi.
“Arya, kemarilah,” dengan manis Salsa memanggil Arya sambil berbaring di sofa itu..
Namun, Arya hanya memberinya secangkir air. “Minumlah dulu. Kita bicara setelah kamu sadar sepenuhnya.”
“Tidak! Saya tidak mau sadar kembali.” Dia menggeleng, menyadari bahwa dia tidak akan memiliki nyali untuk
melakukan hal nakal dan liar tanpa ada dorongan dari alkohol.
Arya duduk di seberang Salsa dan menyatakan dengan nada suara serius, “Kamu hanya boleh berlaku apapun
terhadap diri saya ketika dalam keadaan tidak mabuk, tak masalah.”
Salsa mengedipkan matanya. “Mengapa begitu? Ini kesempatan untukmu.”
Tiba–tiba, kecemburuan menyelinap ke dalam diri Arya karena mungkin saja Salsa telah memanfaatkan
kesempatan ini karena sudah berkencan bersama laki–laki lain dalam keadaan seperti ini sebelumnya. “Salsa
Anindito, berjanjilah bahwa saya adalah satu–satunya lelaki yang ingin kamu perlakukan dengan nakal dan liar.
Mengerti?” Arya memerintah.
Namun, Salsa tidak sepakat, “Tetapi katamu ini bukan masalah sama sekali, jadi mengapa saya harus berjanji
padamu?”
Merasa tidak berdaya, Arya memandangi Salsa sebelum berdiri dan mendekatinya. “Apakah kamu benar- benar
menginginkannya? Kamu tak boleh memutus di tengah jalan nanti.”
Salsa melingkarkan lengannya di leher Arya. “Saya berjanji.”
Arya menahan napas saat merasakan tubuh Salsa yang panas bagai matahari, terbakar hasrat, memicu tubuhnya
sendiri bergejolak membara. Kemudian, dia merentangkan lengannya untuk membopong Salsa ke kamar tidur.
Dalam suara kasar, dia berkatas, “Memenuhi kehendakmu.”
Bahkan bilapun masih terlalu awal, suasana kamar itu semakin panas.
Di sisi lain, Tasya merasa pusing walaupun sudah berusaha untuk mengendalikan diri dalam meminum alkohol.
Dengan pipi merah, dia mendatangi suaminya dan bersandar pada lengannya.
Elan melingkarkan lengannya pada tubuh Tasya. Sebagai imbalan untuk malam yang melelahkan ini, Elan
mengusap kepala Tasya dengan lembut. “Ayo kita beristirahat di kamar tidur.”
Tasya tersenyum dan berbisik, “Jodi sedang tidak di rumah malam ini. Ada ide apa yang akan kita lakukan setelah
ini?”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmMemandangi istri yang begitu cantik meringkuk dalam pelukannya, suara Elan tertahan dan serak. “Hmm, saya
akan mengikuti kamu saja malam ini dan akan berhenti bila kamu kelelahan.”
Tasya tertawa lepas sambil menyandarkan kepalanya pada dada Elan untuk menyembunyikan gelak tawanya.
Tanpa banyak omong, dia sesungguhnya memang sudah mengantisipasi malam seperti ini.
Begitu acara amal selesai, para karyawan perusahaan mengantar para tamu ke kamar masing–masing, jadi
pasangan itu dapat meninggalkan tempat lebih awal.
Berdiri tak jauh dari mereka adalah Kirana, yang mengamati keduanya pergi dengan kepahitan. Jauh di dalam
hatinya, dia tidak bisa lupa bagaimana menyedihkannya keadaan Tasya saat berkelana sendiri di negeri orang.
Namun, keadaan sudah terbalik sekarang. Tasya tampil begitu memukau dan penuh percaya diri di depan orang
banyak. Kenyataan itu saja sudah menyelipkan perasaan cemburu pada diri Kirana.
Jeremi, yang juga bernasib sama, mendekatinya, “Kirana, bagaimana bila kita minum bersama malam ini?”
Sebenarnya, Kirana memandang remeh pada seseorang seperti Jeremi. Walaupun menyandang panggilan Pak
Prapanca juga, bisnis keluarganya tidaklah dalam wadah yang sama dengan Grup Prapanca. Masa depannya pada
dasarnya suram.
Meskipun begitu, tak apalah bersenang–senang sejenak dengannya.
“Boleh juga.” Kirana dengan senang menerima ajakan Jeremi.