Bab 991
Resepsionis itu melirik pada pasangan berwajah cantik dan tampan di depannya dan diam–diam mengagumi
mereka. Saat itu, dia tidak yakin apakah dia mengagumi si perempuan yang cantik jelita ataukah si laki–laki yang
tampan rupawan. Akhirnya, dia memutuskan bahwa dirinya cemburu pada si perempuan!
Si lelaki sangat tampan dan memiliki tubuh yang sempurna; sungguh laki–laki yang jarang ditemui. Setelah
memesan kamar, Anita menggenggam tangan Raditya dan masuk ke dalam lift bersama–sama. Tampaknya dia
lebih gugup daripada Raditya.
Untuk sesaat, Raditya menjadi pasif. “Saya pikir kamu ingin minum kopi? Bagaimana kalau kita minum dulu?”
Anita mengangguk lalu menekan lantai paling atas di mana kafe itu berada. Malam belum terlalu larut dan Raditya
juga ada bersamanya, jadi dia tidak akan pergi ke mana–mana tentunya.
Memang, Anita menggunakan caranya sendiri untuk membuat laki–laki ini sadar bahwa dia bisa pergi dan
menyelesaikan misinya, tetapi dia harus kembali hidup–hidup karena dirinya di sini menunggunya.
Mereka kemudian minum kopi di kafe sebelum turun ke kamar mereka. Anita membuka pintu dengan
menggesekkan kartu; saat melihat ranjang besar berwarna putih, pipinya merona merah.
“Ahh… Bagaimana kalau kamu mandi dulu?” Anita mendorong laki–laki di sebelahnya, dan wajahnya yang tersipu
malu terlihat jelas di bawah sinar lampu.
Akan tetapi, Raditya meraih tangannya dan menarik tubuh Anita ke arahnya. Dia memaku tatapan matanya yang
gelap pada mata Anita. “Kita tidak harus melakukannya sekarang.”
Saat mendengarnya, Anita mengangkat wajahnya dan menatap matanya dengan tatapan tajam seraya tersipu
malu. “Saya tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Tidakkah kamu menyadari bahwa saya menunggu kesempatan
seperti ini sejak kita di markas dulu?
Mendengarnya, mata Raditya terbelalak.
Anita kemudian berkata dalam hati, Terserah! Tidak perlu mandi, Terlalu repot. Kemudian dia melingkarkan
lengannya pada leher Raditya dan berjinjit untuk menangkup wajah tampan itu. Setelahnya, dia menyorongkan
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇttubuhnya untuk menciumnya dengan bibir merahnya.
Saat itu, Raditya merasa seperti ada gejolak di dalam dirinya. Agar tidak menyakitinya, dia pun berinisiatif untuk
memulai dengan menjatuhkan diri di atas tempat tidur di belakangnya. Sedangkan Anita, jatuh ke dalam
pelukannya, Tampaknya Anita menjadi si pemburu sementara Raditya adalah mangsanya.
Matanya berbinar–binar saat menatapnya. “Kamu milik saya malam ini.“
Menanggapinya dengan helaan napas, Raditya bertanya, “Apakah kamu yakin?”
“Saya yakin.” Setelah berkata, Anita kemudian bergerak dan menciumnya lagi. Dia meraba–raba dan tampak
cukup berpengalaman.
Setelah itu, si laki–laki meletakkan telapak tangannya yang besar di pinggangnya dan posisi mereka pun berbalik;
sekarang dia ada di atas tubuhnya.
Anita tersenyum menggoda dan eskpresinya sangat seksi. Dia memegang dagunya yang kokoh dan menggodanya.
“Saya juga milikmu.”
Tiga kata itu telah membuat jantung Raditya berdegup kencang seperti digelitik bulu halus. Tiba–tiba muncul
tekanan yang sangat kuat di matanya.
“Saya akan menemanimu malam ini. Tidurlah lebih dulu.” Raditya berusaha keras menahan gejolak itu dan bahkan
kemudian, membutuhkan usaha terbaiknya untuk mencapainya.
Namun, Raditya tidak ingin menyakitinya dan hanya ingin menemaninya sebelum kembali ke misinya.
Tiba–tiba, Anita menyeruak setelah mendengar kata–katanya. “Raditya, jangan katakan bahwa kamu…”
Begitu Anita selesai berkata, itu adalah cara terakhir yang tidak menyenangkan untuk Raditya dan dia membuang
semua kekhawatiran itu. Dia menyipitkan mata dan bicara dengan suara parau, “Tentu saja tidak.”
“Kalau begitu, buktikan pada saya.” Anita melingkarkan lengannya pada leher Raditya dan menolak
melepaskannya. “Kalau tidak, saya akan meminta orang lain untuk membuktikannya pada saya.”
Dalam sekejap, mata Raditya menggelap lalu tiba–tiba dia merasakan dorongan yang bergejolak sangat kuat dalam
dirinya. Saat itu, dia menunduk dan bicara dengan suara yang mendominasi, “Berani–beraninya kamu.”
Setelah berkata, Raditya membuktikan dengan tindakannya, menghujaninya dengan ciuman di bibir yang tiada
henti.
Sinar mentari pagi yang hangat mendarat di wajah Anita yang sedang tertidur nyenyak; rasanya seperti alarm pagi
untuknya. Namun, dia merasa lelah dan masih ingin bermalas–malasan di atas ranjang. Enggan bangun dari
ranjang, dia menghindari sinar mentari dengan berguling dan meringkuk ke dalam pelukan Raditya, melanjutkan
untuk tidur.
Raditya yang sudah bangun lebih awal menatap lembut saat mengagumi sosok perempuan yang sedang tidur
dalam pelukannya di bawah kemilau sinar matahari pagi. Dia tidak bisa menahan senyum yang muncul di
wajahnya.
Tiba–tiba, sehelai rambut meluncur dari keningnya dan dengan lembut Raditya menyelipkannya ke belakang
telinganya. Lalu, dia mendengar Anita bergumam, “Raditya, sudah cukup.”
Raditya berusaha menahan tawanya sambil menjawab dengan suara parau, “Baiklah. Saya akan berhenti.”
Ucapannya itu membuat Anita membuka matanya perlahan–lahan dengan bulu mata yang mengibas–ngibas. Tiba–
tiba, wajahnya yang tampan muncul di depan mata Anita. Dia melihat Raditya tersenyum puas. Kemudian dia
menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
Setelah mematikan lampu tadi malam, setiap sensasi yang dirasakannya adalah ketika dalam kegelapan; tetapi
sekarang, mereka disinari berkas mentari pagi sehingga tidak bisa menutupi rona merah di wajahnya.
Bab 992
Meskipun baru saja bangun tidur, Anita langsung menyesali tindakannya tadi malam. Dia menyesal telah bertanya
tentang kemampuan Raditya, yang justru mendorongnya untuk berusaha keras menghilangkan keraguannya.
Sebagai hasilnya, dia tidak memberikan kesempatan banyak bagi Anita untuk istirahat sepanjang malam.
Dia teringat kata–kata yang diucapkan padanya semalam. “Pak Laksmana, tolong!”
“Radit, hentikan!”
Namun, Anita telah mengalami malam di mana dia enggan untuk mengingatnya.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm“Ada apa? Bukankah semalam kamu sangat berani?” Raditya tertawa kecil dan mendaratkan kecupan di kening
Anita.
Saat itu, Anita membenamkan wajahnya ke dalam pelukannya. “Berani–beraninya kamu membahas kejadian tadi
malam!”
“Hehe…” Raditya tidak bisa menahan geli saat melirik Anita dengan lembut dan kesabaran. “Saya tidak tahan.
Lagipula, saya sudah menahan diri selama dua puluh sembilan tahun.”
Begitu mendengarnya, Anita tertawa geli. Ucapannya menyiratkan kalau peristiwa tadi malam merupakan
pengalaman pertamanya juuga. Kalau dipikir–pikir, saya menang! Tunggu. Ini kan pengalaman pertama saya
juga.
“Benarkah? Kamu tidak sedang berbohong, bukan?” Anita mengangkat wajalinya yang memerah, dan terlihat
mempesona di bawah cahaya pagi.
Saat itu, Raditya merasa debaran pada jantungnya sambil mengacak–acak rambut Anita. “Saya tidak akan pernah
berbohong padamu.” Ucapannya tegas dan jujur.
Anita merasakan perasaan hangat lembut mencuat di dalam dirinya saat dia menggelayut pada lehernya. Dia
bersandar di dada Raditya dengan nyaman. “Kamu tidak boleh berbohong ataupun meninggalkan saya, Saya akan
menjadi tanggung jawabmu seumur hidupmu.”
Raditya memeluknya erat–erat sambil berbisik, “Tentu, saya akan bertanggung jawab sepanjang hidupmu.”
“Oke! Saya ingin dipeluk erat dan tidur setiap malam bersamamu mulai hari ini dan seterusnya.” Anita mendongak
dan menatapnya dengan mata berbinar–binar, tampak polos tetapi menggoda.
“Baiklah!” Raditya kemudian memberi kecupan di keningnya dan menyadari kalau selimutnya meluncur ke bawah.
Tampak bekas kemerahan di kulitnya Dan dia menciumi bekas itu dengan ekspresi mutung.
Anita menunduk dan melihat bekas itu lalu tersipu malu. “Kamu sangat kasar tadi malam.”
“Maafkan saya,” Raditya meminta maaf dengan suara paran.
“Saya haus dan ingin minum.” Tentu, putri yang manja tidak bisa mengubah kebiasaannya dalam semalam. Sambil
mengibaskan bulu matanya, Anita menatapnya, memberi tanda padanya untuk mengambilkan air