Bab 143 Keras Kepala
Finno bisa merasakan suhu tubuh Vivin meningkat saat dia memeluknya. Finno tersenyum. Dia memutuskan untuk tidak lagi
menggodanya lalu segera menyelimuti tubuhnya. “Tidurlah.”
Vivin bersandar di dada Finno dan dia bisa mendengar detak jantungnya. Anehnya, suara detak jantung itu membuatnya tenang
dan perlahan-lahan kantuk datang.
Ini menakjubkan.
Saat bersama Finno, jantungnya berdegup kencang, tapi dia juga bisa membuatnya tenang, merasa aman dan nyaman. Malam
itu, dia tidur dengan nyenyak.
Beberapa hari kemudian, Finno selalu saja ada di bangsal menemani Vivin. Terkadang, ada beberapa orang yang datang untuk
berbicara tentang urusan bisnis dengannya. Tapi apapun itu, Finno tidak ingin meninggalkan Vivin. Setiap malam, Finno akan
selalu tidur di kasur Vivin.
Hal itu sama sekali tidak mengganggu Vivin. Satu-satunya hal yang dia khawatirkan adalah bagaimana nantinya bisnis Finno.
Ketika mereka sedang mengurus dokumen rumah sakit, Vivin diam-diam mencari tahu pada perawat tentang Fabian. Saat itu
dia tahu kalau Fabian sudah pulih dan pulang dari rumah sakit. beberapa hari sebelumnya. Sekarang dia sudah kembali ke
kediaman keluarga Normando, dan sedang dalam rawat jalan oleh dokter pribadi.
Untunglah dia tidak terluka.
Vivin tidak terlalu khawatir tentang Fabian, tapi alasan Fabian masuk rumah sakit adalah dirinya. Dia tidak bisa memaafkan
dirinya jika hal buruk terjadi pada Fabian.
Ketika sampai di rumah, Liam dan Muti sudah pergi. Seorang pelayan baru menggantikan mereka. Dia seumuran dengan Muti
dan pintar memasak. Bedanya, pelayan itu lebih pendiam. Vivin juga tidak mencari tahu lebih lanjut kenapa Liam dan Muti pergi.
Saat kebakaran itu, dia sudah tahu kalau api berasal dari dalam. Finno tidak memiliki banyak pembantu, tapi Vivin tahu mereka
memiliki banyak pengawal di luar. Selain itu, petugas keamanan di sana juga tidak sedikit. Bahkan rumah itu memiliki sistem
keamanan teknologi tinggi. Vivin menyimpulkan kalau kejadian itu dilakukan oleh salah satu pegawai di dalam rumah. Mengingat
dia saat itu merasa pusing karena pengaruh obat, sudah jelas kalau Liam dan. Muti pasti sudah melakukan sesuatu. Hilangnya
mereka sekarang membuatnya semakin curiga. Tami Vivin juga tahu mereka pasti diperintah oleh seseorang
dirinya. Mungkinkah pelakunya...Marthin?
Memikirkan ini semua membuat Vivin pusing. Keluarga besar ini memang rumit. Sepertinya aku terlalu santai kemarin. Sekarang
aku adalah istri Finno, berarti aku adalah bagian dari keluarga Normando. Mulai sekarang aku harus berhati-hati.
1/2
Sementara itu di rumah tua milik keluarga Normando.
Wajah Marthin terlihat cemberut saat dia duduk di ruang kerjanya. Dia tampak lelah setelah pulang dari bandara. Fabian berdiri
di depannya. Wajahnya pucat dengan beberapa perban di tubuhnya, tapi ekspresinya menunjukkan kalau dia jijik dengan
ayahnya sendiri.
“Ayah.” Fabian berbicara dengan dingin. “Ayah pelaku kebakaran itu di rumah Finno, kan?”
Meskipun Fabian adalah orang yang gegabah, tapi dia tidak bodoh. Dia kan memang besar di keluarga Normando. Penipuan
dan menusuk dari belakang adalah hal yang biasa untuknya. Selama dia di rumah sakit, dia sudah tahu semuanya.
“Ya. Lalu kenapa?” jawab Marthin. Tidak ada alasan dia harus menyembunyikan hal ini dari anaknya.
Ekspresi Fabian berubah. “Ayah! Kenapa Ayah menargetkan Vivin? Dia tidak bersalah! Kenapa Ayah mau menyakitinya?”
Ketika nama Vivin disebut, Marthin semakin marah. Dia menggebrak meja dan berdiri dengan penuh amarah.
“Fabian! Beginikah caramu berbicara dengan Ayahmu?” teriak Marthin. “Kamu melawanku hanya karena seorang wanita?”
Ketika Marthin masih di Amerika, dia diberitahu kalau rencananya gagal. Ketika dia tahu penyebab gagalnya adalah karena
anaknya yang berharga mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan wanita itu. Marthin sangat marah mendengar itu, bahkan
memecahkan beberapa vas bunga karena emosi..