Bab 58 Bercerai
Apa yang akan dipikirkan ibu jika tahu aku menikahi paman Fabian yang juga anak dari keluarga Normando?
Lupakan saja. Aku seharusnya tidak memikirkan itu sekarang.
Vivin hendak keluar mengambil makan siang untuk ibunya saat tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu.
Dia lumayan kaget karena hal itu.
Ibu tidak punya banyak kenalan di Kota Metro. Jadi, itu kemungkinan siapa?
Dia membuka pintu dan melihat Finno dan Noah diluar. Finno sedang duduk di kursi rodanya, sedangkan Noah tampak
membawa sebuah keranjang buah dan kotak makan siang ditangannya.
“Finno?” Tanya Vivin dengan muka tercengang.
“Vivin, siapa itu?” tanya Ratna.
Dengan agak tidak fokus, dia menoleh kearah ibunya. Dia tidak tahu bagaimana cara menjawab
pertanyaannya.
Di sisi lain. Finno mengerutkan alisnya begitu mendengar suara yang bersumber dari dalam ruangan itu. Dia berinisiatif untuk
memulai pembicaraan dan berkata, “Halo Nyonya Willardi, saya datang kesini untuk menjenguk Anda.”
Untuk kesekian kalinya, wajah Vivin kembali memerah. Dia membuka pintu dan mempersilahkan kedua pria itu masuk.
Dengan perlahan, Finno mendekatkan dirinya ke samping ranjang. Saat dia menyadari raut terkejut Ratna, dia tersenyum dan
mulai memperkenalkan diri. “Nyonya Willardi, nama saya. Finno Normando. Saya seharusnya menjenguk Anda lebih awal, tapi
Ratna menatap kearah Finno, dan kemudian kearah Vivin yang wajahnya masih memerah. Dia. spontan mengerti. “Ah, kau pasti
suami Vivin. Hm, kau terlihat cukup berbeda dari yang aku. bayangkan...”
Pria itu hanya tersenyum kecil dan memberi isyarat pada Noah untuk meletakkan kotak makan siang dan buah-buahan itu diatas
meja. “Nyonya Willardi, apakah Anda sudah makan siang? Saya sudah siapkan beberapa makanan rumahan.”
Vivin dengan segera berjalan mendekat dan membuka kotak makan itu. Tentu saja, semua hidangan itu disiapkan oleh Muti dan
semuanya terlihat menyehatkan dan penuh nutrisi. Dia mulai menyuapi ibunya dengan hati-hatinya.
Setelah koma selama dua tahun, Ratna tidak terlalu punya selera makan. Dia hanya akan makan
1/3
beberapa suap dan merasa kenyang setelahnya. Bagaimanapun, rasa penasarannya tidak terbatas. Dia mengamati Finno
sejenak sebelum bertanya, “Finno, kan? Kalau boleh tau, apa
pekerjaanmu?”
“Ibu!” Vivin segera menatap ibunya kesal, seolah sedang mencercanya.
“Anakku sayang, aku hanya khawatir padamu. Lagipula, pernikahan adalah hal yang penting didalam hidupmu, dan kau
menikah sebelum aku siuman,” keluh Ratna lembut..
“Tidak apa, Vivin.” Kebalikan dengan rasa canggungnya, Finno justru tetap bersikap sebagai pria tenang dan percaya diri.
“Nyonya Willardi, ini kartu nama saya.”
Ratna meraih kartu nama itu dan melihat kata ‘Direktur Utama’ dan ‘Pemegang Saham la segera membeku.
“Grup Finnor... Aku tidak pernah mendengarnya sebelumnya.” Dia melanjutkan dengan ragu, “Bagaimana dengan orangtuamu?
Sekarang, Vivin kembali panik. Dia benar-benar ingin menghentikan ibunya, tapi Finno sudah mulai menjawab, “Orangtua saya
sudah tidak ada. Kakek saya adalah Samuel Normando.”
“Samuel Normando? Maksudmu kepala keluarga Normando?” Tanya Ratna. Dia terlihat sangat terkejut.
Grup Finnor adalah sebuah perusahaan yang baru dibangun beberapa tahun belakangan, karena itulah dia tidak pernah
mendengarnya sebelumnya. Tapi semua orang di Kota Metro tahu siapa
Samuel Normando.
“Iya, tentu saja.” Kelihatannya dia tidak berniat untuk menyembunyikan itu darinya.
“Jadi... kau... anak... dari keluarga Normando?” Tanya Ratna dengan terbata-bata karena ia sedang mencoba mengingat-ingat.
Pria itu mengangguk.
Wajah Ratna berubah pias lantaran mulai tidak bisa berkata-kata lagi.
“Finno?” Vivin jelas tahu apa yang sedang ibunya pikirkan. Dia menoleh pada suaminya dan bilang, “Finno, aku mau pulang dan
mandi. Bisakah kau antar aku pulang? Tunggu aku di mobil,”
Dia mengangguk dan berbicara pada Ratna, “Nyonya Willardi, saya akan datang lagi besok. Istirahatlah dengan baik.”
Ratna mengangguk, dirinya masih tercengang, sampai ia menatap Finno yang meninggalkan ruangan tersebut.
Saat dia keluar, dia segera menatap putrinya. Dengan suara lemah namun tegas, dia berkata, “Vivin, kau tidak boleh
bersamanya! Segeralah bercerai dengannya!”
Vivin tanpa sadar melangkah mundur sejenak saat mendengar perkataan ibunya itu. Dengan
2/3
tidak percaya, dia menatap ibunya dan bertanya, “Ibu, kau ini bicara apa?”
“Aku bilang kau tidak boleh bersamanya.” Dia memegang tangan putrinya dan memohon. “Lihatlah aku sekarang. Tidakkah kau
belajar dariku mengenai apa yang akan terjadi padamu jika menikahi pria kaya? Bagaimana kau bisa tahu kalau dia benar-benar
mencintaimu? Dia mungkin. saja sama seperti ayahmu dan hanya berniat mempermainkan perasaanmu!”.