Bab 1019
“Ada banyak hal yang kalau dijelaskan, itu malah seperti sedang mencari alasan untuk diri sendiri.”
Daniel tersenyum pahit, “Jadi, aku tidak pernah suka menjelaskan. Aku selalu merasa. orang yang
mengerti, akan mengerti dengan sendirinya...... Mungkin karena seperti itu, barulah bisa menimbulkan
lebih banyak kesalahpahaman.”
“Dulu ada orang yang menggunakan obat penawar untuk memaksamu mengirimnya pergi?” Tabib
Hansen kira–kira bisa menebak kejadian yang sebenarnya.
“Ya.” Daniel menggangguk, “Tapi itu tidak penting. Pada dasarnya, akulah yang salah. Aku tidak
mengendalikan situasi dengan baik, menyebabkan hasil yang begitu buruk......”
“Seperti dugaanku.” Tabib Hansen menganalisis dari sudut pandang medis, “Berdasarkan logika, kalau
dulu dia pergi dalam keadaan seperui itu, ia pasti mati, kecuali ada obat penawar. Tapi aku juga tidak
mengerti. Berhubung sudah ada obat penawar, kenapa ada gejala sisa yang begitu parah?”
“Terjadi sesuatu saat obat penawarnya tersisa satu botol terakhir.....” Daniel menjawab dengan
sederhana, “Hari itu, terjadi masalah pada Bibi Juni, dia juga dipermalukan di tengah badai petir,
hampir mati. Di saat krisis, kakaknya datang menolongnya, membawanya pulang ke Keluarga
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtMoore.…..”
“Aku sudah mengerti.” Tabib Hansen menghela napas dalam–dalam, “Nasib mempermainkan orang!”
“Aku berutang terlalu banyak padanya. Sekarang aku hanya berharap, dia bisa cepat sembuh......
Saat Daniel berbicara, ada seekor serangga terbang di depan matanya. Dia mengayunkan tangan
untuk mengusir serangga, tidak memedulikannya.
CSU
“Ada apa dengan matamu?” Sepertinya Tabib Hansen menyadari sesuatu yang aneh, “Aduh, aku lupa
memakai kacamata, tidak bisa melihat dengan jelas. Aku akan memeriksamu besok.”
“Tidak apa–apa, hanya ada seekor serangga terbang.” Daniel tidak merasakan apa–apa, “Mataku
sangat baik.”
“Tidak. Aku selalu merasa ada yang aneh..….” Tabib Hansen sedang berbicara, Amanda berjalan
masuk, “Guru, luka Nona Tracy sudah diobati. Aku sudah menyuapinya sebotol obat sesuai
dengan pesan Anda. Seharusnya dia bisa tidur nyenyak malam ini.”
“Baik.” Tabib Hansen mengangguk, “Aku juga harus pergi beristirahat. Tubuh yang tua ini tidak tahan
bergadang.”
Daniel memapahnya berdiri.
“Kamu juga istirahatlah lebih awal.” Tabib Hansen melambaikan tangan padanya, “Kalau lain ka dia
menggigit lagi, kamu masukkan sesuatu ke dalam mulutnya, tidak harus menggigit orang. Dasar
bodoh.”
“Aku tahu.....”
Saat melihat punggung Tabib Hansen, Daniel merasa orang tua itu bukan hanya seorang dokter
genius, tetapi juga memiliki kebijaksanaan yang luar biasa.
Ada banyak hal yang bisa dia lihat dengan jelas tanpa harus dikatakan.
Mungkin, dia bisa menjadi kunci pendamai antara Keluarga Moore dan Keluarga Wallance....
“Man, Anda baik–baik saja, ‘kan?” Saat turun dari lantai atas, Bibi Riana melihat Daniel, bertanya
dengan penuh perhatian, “Bagaimana dengan lukamu? Coba aku lihat.”
“Luka kecil, tidak apa–apa.” Daniel menyembunyikan tangannya di belakang.
“Bagaimana bisa tidak apa–apa? Tadi aku naik ke atas untuk beres–beres, ada begitu banyak darah
diselimut..….”
Saat bicara, suara Bibi Riana tercekat.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm“Sungguh tidak apa–apa, hanya luka kecil.” Daniel takut dia akan menangis, “Sudah, sudah, Bibi cepat
pergi istirahat, besok bibi masih harus membuat sarapan untuk anak–anak.”
US CII 10
1 un
“Baiklah. Lagipula, Tabib Hansen sudah memeriksanya, seharusnya tidak akan ada masalah besar.
Tapi kelak Anda harus menjaga diri sendiri dengan baik, jangan sampai terluka. Kalau tidak, Tuan
Besar akan sedih. Dia selalu menanyakan kondisi kalian padaku setiap hari......”
Bibi Riana bicara sampai keceplosan, “Astaga, sudah begitu malam, aku akan pergi tidur.”
Lalu dia menutupi mulutnya, pergi seperti melarikan diri.....
“Haha…..”
Daniel tertawa sambil menggeleng–geleng. Dulu dia dingin dan tidak berperasaan, selalu merasa
semua hal itu sangat membosankan dan tidak menarik. Tapi sekarang, dia merasa orang dan hal hal di
sekitarnya memiliki sisi yang menggemaskan.
Contohnya Tabib Hansen, Bibi Riana..….
Juga Tuan Besar yang tidak bisa melepaskan, meski sudah begitu tua.
Saat sedang berpikir, ponsel Daniel berdering. Kebetulan itu telepon dari Tuan Besar. Dia terdiam. Bibi
Riana sungguh sangat cepat.
Dia segera kembali ke kamarnya untuk menjawab telepon: “Halo!”