Bab 1800
“Ya, sudah disiapkan.” Robin segera memberikan selembar kertas cek dengan kedua tangannya, lalu berkata
sambil tertawa, “Suaramu, nada bicaramu, juga sifat terus terangmu ini, sangat mirip dengan Tabib Hebat itu.”
“Benarkah? Siapa namanya?”
Dewi melihat kertas cek, tanpa sadar ia tersenyum.
Dengan hati-hati ia melipat kertas ceknya, meletakkannya di kantong, lalu menepuk-nepuk kantongnya dengan
lembut, takut akan hilang.
“Tabib Dewa!” Robin menatap matanya dalam-dalam. “Tabib Dewa dari Negara Nusantara.”
Mendengar perkataan itu, Dewi tercengang, “Bukankah Tabib Dewa adalah seorang pria tua?”
“a...
Robin diam tertegun seketika, saat itu juga ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.
“Bagaimana bisa aku mirip dengannya?”
Dewi juga tidak memperhatikannya, dia lanjut makan.
“Kalau begitu, setelah Tabib Dewi selesai makan malam, bisakah melihat Pangeran?”
Robin masih tidak putus asa, dia berkeliling ingin melihat wajah Dewi dengan jelas.
“Tentu saja bisa, uangnya sudah diterima.” Dewi segera menarik maskernya ke atas, “Tunggu aku sebentar ya,
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtsetelah aku ganti baju baru berangkat.”
“Baik, aku akan menunggu Anda di luar.” Robin menunduk dan keluar.
“Tabib Dewi, apa Anda butuh pelayan kami untuk mengganti baju?” Dua pelayan wanita bertanya dengan sopan.
“Tidak perlu, aku sendiri saja.” Kata Dewi, “Aku mau mengeringkan rambut, mungkin butuh waktu setengah
jam.”
“Tidak apa-apa, Anda pelan-pelan saja.”
Pelayan wanita memberi hormat padanya, kemudian menundukkan kepala dan pergi.
Dewi merasa aneh, mengapa orang-orang kerajaan ini, begitu hormat padanya?
Selain itu, Pelayan Robin itu seperti ingin melihat wajahnya dengan jelas.
Secara logika, dia hanyalah seorang tabib biasa, kelihatannya level Robin sangat tinggi, Jasper sangat sopan
berbicara dengannya, tapi kenapa sikapnya padanya begitu hormat?
Sikapnya itu, bisa dikatakan lebih baik dari Lorenzo.
Mungkin penyakit Pangeran mereka tidak ringan, sampai menunggunya untuk menyelamatkannya.
Dewi tidak berpikir panjang, dia lanjut makan, setelah makan beberapa suap, dia mulai mengeringkan
rambutnya ....
Lagi-lagi muncul rasa sakit yang hebat dari luka di belakang kepalanya, seperti ada jarum yang menusuk
kepalanya dengan keras, begitu sakit seperti kepalanya akan terbelah.
Dia minum sebutir obat penghilang rasa sakit, mengganti baju, lalu mengambil tas medis dan keluar ruangan.
“Tabib Dewi!”
Robin menunggu di luar, melihat Dewi, dia segera membungkuk dan menyambutnya.
Dewi mengikuti mereka pergi menemui Pangeran Willy, sebelum pergi, dia berkata kepada Kelly, “Kelly, bilang
Jasper, aku akan kembali dengan cepat.”
“Baik.”
Kelly bergegas masuk dan melaporkan situasi pada Jasper.
“Baik, pergilah.”
Jasper tidak berkata banyak, hanya saja tatapannya sedikit bingung.
Dia baru saja menanyakan tentang Tabib Dewa pada Robin, Robin terus menghindari topik tersebut, menolak
memberinya petunjuk, tapi dia malah mendesak dan menanyainya tentang Dewi.
Dia merasa sangat aneh....
Kalau itu adalah masalah yang berbeda, mereka tidak mau mengungkapkannya juga tidak masalah, tapi Tuan
dan Pangeran Willy telah bekerja sama bertahun-tahun, hubungannya sangat erat, hanya seorang tabib, dan
juga tidak ada konflik apapun, kenapa mereka menghindarinya?
Kenapa dia begitu tertarik pada Dewi?
Lorenzo meminum obat, ia tertidur dengan cepat.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
Jasper mengukur suhu tubuhnya, sudah mulai stabil, dia tidak berpikir panjang lagi, lebih baik menunggunya
tenang dulu ....
Saat ini, Robin seharusnya sudah membawa Dewi pergi menemui Pangeran Willy, kemampuan medis Dewi yang
tidak terampil itu, bagaimana mungkin bisa menyembuhkan kaki Pangeran Willy?
Dipikir-pikir, mereka mungkin sudah hampir putus asa....
“Pangeran! Tabib Dewi sudah datang!”
Robin melaporkannya dari luar ruang kerja.
“Cepat masuk.”
Suara Pangeran Willy sangat merdu, seperti angin semilir.
Robin membawa Dewi masuk, Dewi melihat orang yang duduk di atas kursi roda itu, tak terduga, ada sebuah
perasaan familier yang sulit dijelaskan ....
“Dewi?”
Pangeran Willy melihat Dewi, dengan semangat dia memanggil namanya.
Dewi tercengang, dan menatapnya dengan terkejut.
Bagaimana dia tahu nama ini?
Mungkinkah ini benar-benar namanya?
“Dewi, apa ini benar-benar kamu?” Pangeran Willy memutar roda kursinya dan menghampiri, dengan
bersemangat dia menarik tangan Dewi dan bertanya, “Kapalnya meledak, mereka semua bilang kalau kamu
sudah meninggal, aku langsung bergegas ke sana untuk mencarimu ....”