Bab 1863
...Jeff tercengang sejenak, dia sangat terkejut, “Masa??”
“Ssttt—"Jasper buru-buru mengingatkannya, “Kecilkan suaramu.”
“Aku rasa tidak mungkin.” Jeff tercengang, “Tabib Dewi, bagaimana mungkin dia adalah Nona Wiwi?”
“Awalnya aku juga tidak sadar, bagaimanapun juga, saat bertemu Nona Wiwi, dia selalu tampak
menawan.
Tapi, saat terkena tembakan kali ini, ternyata dia berambut pendek dan berdandan tomboi, apa kamu tidak
merasa dia mirip dengan Tabib Dewi?
Lalu, tinggi badan mereka kurang lebih sama, suaranya juga mirip, saat bicara juga sangat lugas, sangat arogan
Cukup.” Jeff menyela kata-katanya, berkata denga tidak sabar, “Tinggi badan gadis asia kurang lebih sama.
Mengenai model rambut, saat bertemu dengannya di Bar Kaisar sebelumnya, begitu melihatnya sudah tahu
bahwa itu wig, mungkin dia memang berambut pendek. Selain itu, rambut panjang juga bisa dipotong jadi
rambut pendek, ini bisa membuktikan apa?
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Suara dan gaya bicara, aku tidak begitu memperhatikannya, nanti aku perhatikan, sekarang aku harus pergi
dulu, jika terjadi sesuatu akan repot.”
“Pergilah.” Jasper tidak mengatakan apa-apa lagi, karena dia merasa, walaupun Wiwi adalah Tabib Dewi,
sepertinya itu juga bukan masalah besar....
Berdasarkan reputasi dan status Tabib Dewi, seharusnya tidak akan dimanfaatkan oleh orang yang berniat
buruk, paling-paling menipu uang dan cintanya saja, juga tidak akan menyebabkan kerugian besar.
Asalkan Tuannya senang, yang lainnya tidak penting..
Gadis itu juga tidak bisa berbuat apa-apa di bawah pengawasan mereka.
“Wah, ternyata kastel ini besar juga, naik mobil selama setengah jam baru bisa keluar?”
Dewi menatap ke luar jendela sepanjang jalan, mengamati lingkungan di luar.
“Grup Moore merupakan keluarga terkuat di negara Emron, Negara Nusantara juga harus menghomati dan
mengalah sedikit padanya.”
Sikap Wati berubah. mengaitkan sudut bibirnva, berkata dengan mengejek. “Apa pekerjaan
keluarga Kak Wiwi? Berbisnis atau berpolitik? Dari keluarga mana?”
“Keluargaku bukan siapa-siapa, aku hanya rakyat biasa.” Dewi tampak tidak berdaya, “Aku juga tidak mau
berhubungan dengan keluarga Moore, tapi Lorenzo mau menikah denganku, mau menyingkirkannya juga tidak
bisa, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa!”
“Kamu ....” Wajah Wati membiru, tidak bisa mengatakan apa-apa.
“Bagaimana kalau kamu pergi nasihati dia, minta jangan menggangguku lagi.” Dewi menatapnya. dengan
serius, “Aku dengan tulus berharap dia mengubah targetnya, jangan begitu keras kepala.”
“Kamu terlalu munafik!” Wati sungguh tidak bisa menahannya, bertanya dengan marah, “Kalau bukan karena
kamu sengaja menggodanya, apa dia ingin menikahimu? Selama bertahun-tahun, dia selalu lajang, tidak pernah
mendekati wanita, sekarang tiba-tiba mau menikah....”
“Aku juga tidak ingin menikah.” Dewi memanfaatkan kesempatan untuk memohonnya, “Bagaimana kalau kamu
membantuku?”
if fleocs
Wati tercengang, tadi dia masih mengira bahwa Dewi sengaja pamer padanya, sekarang kelihatannya, dia
seperti ... sungguhan?”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
Tidak, tidak boleh memercayainya, mana ada wanita di dunia ini yang tidak bersedia menikah dengan Lorenzo?
Pria sempurna yang bagaikan dewa ini, tidak ada wanita yang bisa menolaknya.
Dia pasti sengaja menipunya, tidak boleh tertipu olehnya.
Tiba-tiba, bulu kuduk Wati berdiri, sebelumnya dia selalu berpura-pura baik di depan Dewi, ingin mencoba untuk
membodohinya, tidak disangka begitu buka mulut, dia langsung membuatnya marah, secara tidak sengaja
membocorkan pemikirannya...
Kelihatannya gadis ini jauh lebih licik dari bayangannya, sulit menghadapinya.
Memikirkan ini, Wati menarik napas dalam-dalam, menyesuaikan suasana hatinya, tersenyum-
dan berkata-
“Kak Wiwi, Kakak jangan bercanda, bisa menikah dengan kakak sepupu itu merupakan impian semua wanita,
bagaimana mungkin Kakak tidak ingin menikah?
Lagi pula, aku membawamu keluar, harus mengantarmu kembali dengan selamat, kalau tidak, aku akan gawat
Dewi meliriknya, berkata dalam bahasa Nusantara, “Orang yang tidak bergunal
“Bukan apa-apa.” Dewi berkata dengan setengah tersenyum, “Kamu mau
mengajakku ke mana?”